Sabtu, 19 Maret 2011

hemat , cermat ala orang belanda

elit, kata ini sering diidentikkan dengan stereotype orang Belanda.Bagaimana tidak, mereka punya motto elk dubbeltje omdraaien yang jika diterjemahin kira-kira berarti: putar koin dua kali sebelum berpikir untuk membelanjakannya. Maksudnya, kalau mau pake uang harus pikir-pikir lagi dengan kata lain: berhematlah! Kalaupun harus ada pengeluaran maka harus dapet untung, ‘de kost gaat de baat uit’.
Istilah lain yang terkenal adalah going dutch! Istilah ini diberikan oleh orang Inggris kepada orang Belanda karena kebiasaan orang Belanda bayar makanan dan minumannya sendiri-sendiri, meski mereka yang mengajak atau mengundang orang lain ke restoran!
Pelit bukan hal yang memalukan bagi orang Belanda tetapi merupakan sebuah kebajikan. Menurut cerita, kebiasaan hemat orang Belanda disebabkan karena mereka biasa hidup susah. Sejak jadul, nenek moyang mereka kudu susah payah nimbun sebagian laut jadi daratan, berlayar ke berbagai benua untuk berdagang, karena daratan Belanda dan cuacanya nggak memungkinkan tanaman tumbuh sepanjang tahun. Kerja keras, hidup hemat masih jadi tradisi hingga kini, walaupun Belanda sudah jadi salah satu negara maju.
Layaknya negara maju lain, Belanda menerapkan standard social service & social security, yang biayanya diambil dari pajak masyarakat. Pajak pendapatan masyarakat berkisar antara 30% sampai 60% penghasilan. Pajak lain seperti rumah/lahan, air, energi dan lain-lain dipungut tiap tahun. Dengan pajak yang tinggi ini, penduduk Belanda harus mengatur seluruh pengeluarannya dengan baik, bahkan membuat perencanaan dari jauh hari, misalnya rencana vacantie atau liburan sudah dibuat setaun sebelumnya, memasukkan anak ke opvang (tempat penitipan anak) sebelum si jabang bayi lahir karena waiting list yang panjang. Dilain pihak, pajak yang besar itu menguntungkan bagi masyarakat yang berpendapatan di level UMR. Jadi tidak heran kalau di Belanda tidak kita jumpai orang yang sangat miskin karena orang miskin diberi tunjangan yang berasal dari pajak masyarakat tersebut. Pelayanan masyarakat sangat profesional karena tenaga manusia dibayar pantas, mulai dari buruh kasar seperti pengangkut sampah sampai profesi dokter.
Industri di Belanda menawarkan kehidupan konsumtif. Tengok saja, hampir di semua toko atau supermarket, model barang yang didagangkan selalu berganti setiap pekan, saling bersaing memberikan aanbieding (potongan harga) yang menarik sehingga sayang kalo harus dilewatkan. Nggak heran jika ada sale, toko tersebut pasti diserbu pembeli, tidak hanya membeli untuk keperluan sekali tapi untuk sebulan! Karena prinsipnya seperti yang saya sebut diatas ‘de kost gaat de baat uit’, beli sekarang mumpung murah, kalau besok-besok harga sudah normal lagi, jelas tujuannya: saving money.
Selama hampir 6 tahun menetap di negeri kincir angin ini, saya melihat ada sisi positif dari konsep hidup hemat orang Belanda. Meski tidak terlalu sering kontak langsung dengan orang Belanda karena terbentur masalah bahasa, tetapi informasi dari teman-teman Indonesia yang nikah sama orang Belanda, buku-buku, informasi di internet dan dengan kebiasaan mereka, bikin saya jadi lebih tertarik untuk mempraktikkan sisi positif tersebut.
Beberapa hal yang dapat kita adopsi dari konsep hemat & cermat orang Belanda adalah:
1. Jiwa Berdagang
Sejak zaman dulu orang Belanda dikenal sebagai pedagang ulet, melayari berbagai benua untuk mendapatkan bahan-bahan yang laku di pasar Eropa. Jiwa dagang ini masih tertanam kuat dalam diri orang Belanda, bahkan berdagang sudah mulai diajarkan sejak usia anak-anak. Contohya setiap Koninginedag (perayaan ulang tahun Ratu) tiba, para ortu ngumpulin barang-barang & mainan layak pakai yang sudah tidak dipake lagi dan membawanya ke centrum (pusat Belanja) dimana pada hari itu semua orang boleh berdagang tanpa dikenakan pajak atau sewa tempat. Pagi buta mereka sudah siap menuju lokasi, mengambil tempat dan membiarkan anak-anak mereka menjual sendiri mainan-mainannya. Dengan cara ini orang tua telah mengajarkan bagaimana strategi dagang kepada anak-anaknya.
Saya pun sudah dua kali berkesempatan berdagang di hari Koninginedag. Menjual kembali barang-barang yang tidak dipakai. Dari pengalaman ikut Koninginedag ini, saya jadi makin termotivasi untuk mengembangkan bakat dagang yang sebelumnya sama sekali tidak saya miliki. Terutama keberanian untuk menawarkan barang & belajar tawar menawar.
2. Cermat dalam mengeluarkan uang
Meskipun industri menawarkan konsumerisme tetapi tetap saja orang Belanda akan memilah barang mana yang diperlukan, atau jika harga & kualitas barang tersebut bisa menjadi investasi, mereka tidak ragu untuk membelinya. Koran promosi dari toko-toko yang menawarkan sale, biasa dimanfaatkan untuk mengetahui barang apa saja yang sedang potong harga.
Kita dapat memanfaatkan informasi barang dengan potongan harga tersebut, terutama kalau kebetulan barang yang kita perlukan memang sedang sale. Jika uang cukup, kita bisa beli sesuai dengan anggaran yang disediakan untuk persediaan berikutnya. Dengan gitu, kita telah menghemat anggaran beberapa barang.
Di kota tempat saya tinggal, Den Haag, ada pasar rakyat, mirip pasar tradisional di Indonesia. Di sana dijual aneka barang kebutuhan rumah. Mulai dari bahan makanan sampai perlengkapan rumah tangga. Harga jelas lebih miring dibandingkan toko, meski kualitas tidak ada garansi. Harga akan makin rendah saat hari menjelang sore. Meski bahan makanan yang dijual adalah sisa hari itu tetapi kualitas masih layak konsumsi, bahkan untuk ikan kami bisa borong untuk keperluan 1-2 minggu. Ini strategi lain menghemat pengeluaran.
3. Pandai memelihara barang
Orang Belanda dikenal apik dan teliti memelihara barang. Berbeda dengan di Indonesia dimana setiap barang yang rusak -terutama barang elektronik- bisa dibawa ke tukang reparasi. Di Belanda, harga barang baru dengan upah reparasi hampir sama. Oleh sebab itu, mereka telaten mengurus barang-barangnya. Jika barang rusak mereka lebih memilih membuangnya.
Ketelatenan mereka memelihara barang kadang sangat menguntungkan orang lain. Barang yang masih layak pakai bahkan masih bagus kadang sering dibuang begitu saja di pinggir jalan, karena si empunya sudah bosan sama barang tersebut. Sebelum barang tersebut masuk ke dalam mobil pengangkut sampah, tetangga atau penduduk sekitar boleh mengambil barang tersebut tanpa perlu malu, karena hal itu sudah lumrah. Jangan heran jika pagi-pagi kita bisa membawa pulang meja bahkan TV dan barang elektronik lainnya ke rumah!
Kebiasaan buang barang layak pakai ini, sekarang dimanfaatkan oleh lembaga nirlaba yang disebut  Kringloop yaitu toko barang bekas yang menampung barang yang tidak terpakai lagi, terutama keluarga yang pindah ke luar Belanda dan tidak memerlukan barang-barangnya dibawa, atau hibah barang dari orang-orang jompo yang memilih tinggal di panti perawatan. Di kringloop, barang tersebut dijual lagi dengan harga sangat murah.
Selain membuang & menghibahkan ke kringloop, orang Belanda –dan pendatang juga- kerap memberikan barang secara turun-temurun kepada keluarga & teman (jawa: melungsur). Boleh jadi suatu barang sudah berkali-kali pindah tangan karena terus dilungsurkan. Bagi penduduk pendatang hal ini sangat lumrah & membantu terutama bagi mereka yang baru datang dan masih belum memiliki barang.
4. Sehat & Irit dengan Bersepeda
Negeri Belanda identik dengan negeri sepeda. Penggunaan sepeda sebagai alat transportasi sudah jadi budaya. Penggunaan sepeda sudah diperkenalkan sejak usia balita. Hampir di setiap pelosok jalan, sudut bangunan apalagi di parkiran stasion, kita akan menemui puluhan bahkan ratusan sepeda diparkir. Di Indonesia, pakai sepeda diidentikkan dengan keluarga pra sejahtera, di Belanda sepeda dipakai mulai dari rakyat kecil hingga menteri. Mereka begitu mencintai budaya bersepeda, bahkan sedemikian pentingnya sampai-sampai demi kenyamanan & keamanan mereka lengkapi sepeda mereka dengan berbagai asesoris, seperti tempat duduk bayi lengkap dengan pengamannya, keranjang, tas belanja, bahkan memodifikasi sepeda mereka dengan bentuk yang aneh disesuaikan dengan kebutuhannya -mengayuh dengan tangan, atau bersepeda dengan posisi tidur terlentang. Makanya jangan heran jika harga sepeda bisa lebih mahal dari harga mobil, bahkan ada yang mengasuransikan sepedanya just in case terjadi kerusakan atau hilang.
Selain sebagai sarana transportasi, sepeda juga dijadikan sarana rekreasi & olahraga. Dengan sarana penunjang yang sangat memadai, seperti disediakannya fiets pad atau jalan khusus untuk kendaraan roda dua, tempat parkir khusus sepeda, dan alat transport lain seperti kereta yang membolehkan kita membawa sepeda ke dalamnya (tetapi dikenakan biaya khusus) dan tentu saja lingkungan & udara yang bersih memungkinkan kita bisa bepergian jauh dengan aman dan tentu saja sangat irit ongkos. Karena biaya transportasi umum disini tergolong sangat mahal, maka sepeda bisa menjadi salah satu solusi penghematan.
5. Hemat energi
Meski Belanda dikenal dengan negeri kincir angin -yang kincir anginnya digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik- dan negeri air karena begitu banyak sungai & kanalnya, bukan berarti biaya listrik dan air menjadi lebih murah. Bahkan tergolong mahal karena setiap tahun setiap rumah tangga dikenakan pajak tahunan.
Orang Belanda berupaya hemat energi dengan cara menghindari pemakaian listrik, air dan gas yang berlebihan. Contohnya, mereka tidak pernah menyalakan lampu siang hari & mematikan lampu di malam hari, mencuci dengan mesin cuci pada waktu tertentu yaitu ketika perusahaan listrik memberikan korting, biasanya tengah malam atau pada hari libur. Menyalakan verwarming atau pemanas hanya pada saat musim dingin saja. Menggunakan air seefissien mungkin, begitu juga dengan gas. Berbeda dengan penduduk pendatang, orang Belanda jarang memasak, pun kalau memasak bukan masakan yang harus dimasak lama, untuk air putih mereka juga biasa meminum dari kran, karena air kran memang sudah layak di minum langsung.

Tidak ada komentar: